Ibu Berhati Mulia dan Ayah Paling Jujur Sedunia

Posted by Unknown Rabu, 28 Agustus 2013 0 komentar
Kalau ada medali emas untuk seorang ibu yang berhati paling mulia sedunia, pastilah medali itu sudah tersemat didada Ibu Sumami binti Sastro Taruno alias ibu Sastroatmodjo, atau bu Mantri, sebab bapak Sastroatmodjo, profesinya seorang Mantri kesehatan.

Betapa tidak, ibu Sastroatmodjo sudah punya 7 anak kandung, yakni mulai dari yang sulung, Sri Amiyati, Siti Partini, Siti Partinah, Drajat Suratman, Pangkat Surachman, Siti Ningsih dan si bungsu Agus Wayu Santosa, namun masih berkenan mupu anak (padanan bahasa dengan adopsi) baik dari kalangan keluarga sendiri bahkan keluarga orang lain, baik itu kemauan ibu Sastroatmodjo sendiri maupun sebagai titipan.

Paling sedikit ada 9 anak pupon yang tercatat pernah menjadi bagian dari anggota keluarga Sastroatmodjo, diantaranya: mas Syahban, mbak Yanti, mas Gito, mas Manto, Hj. Masamah, Siswati, Hj. Suyati, H. Sajiman dan Subekti dan mungkin masih banyak lagi.

Meskipun silahturahmi semua anak kadung dan pupon terjalin sangat baik. Namun banyak diantara mereka berkumpul dengan keluarga hanya sebentar oleh karena itu hanya Sajiman dan Subekti saja yang sering disebut masuk hirarki keturunan Trah Sastroatmodjo.

Banyak anak banyak rejeki, itu mitos Jawa yang sebenarnya kata-kata penghibur hati bagi keluarga yang sudah terlanjur punya anak banyak. Realitanya, punya banyak anak ya banyak problem, ya banyak masalah, ya banyak menyediakan sandang, ya banyak menyiapkan pangan ya banyak mengeluarkan ongkos pendidikan.

Dan itu semua yang ditanggung oleh Ibu Sastroatmodjo sebagai konsekuwensi mau ngukup putro pupon meski anaknya sendiri sudah banyak. Disinilah terlihat betapa mulianya seorang ibu, dilakoninya dengan iklas, tidak pernah sekalipun terlihat mengeluh, malahan tak pernah sekalipun terlihat berwajah murung.

Jangan salah, proses membesarkan anak-anak itu melalui 4 zaman,  semasa Zaman Jepang, Kemerdekaan, Revolusi hingga Orde baru. Dimana periode itu perekonomian Indonesia sedang kritis, hingga mereka pun mengalmi makan nasi bulgur, antri beli beras, beli minyak dengan kupon dan lain kesulitan semacam itu. Semua dihadapi Ibu dengan tegar, ceria dan senyum untuk memberi semangat anak-anak, hingga mereka tak merasa sedang melewati situasi yang buruk.

Semua anak baik itu kandung maupun pupon mendapat fasilitas sama, tidak pilih kasih, adil merata. Fokus utama ibu pendidikan, hanya dengan ilmu cita-cita itu bisa tergapai, itu yang selalu menjadi motivasi anak-anak. Alhamdulliah, semua anak bisa sukses mentas.

Buah dari perjuangan ibu, setelah bapak pensiun, semua anak sudah eksis, membangun keluarga mandiri, anak-anak berebut, kepingin ditunggui dan berusaha mebahagiakan bapak dan ibu. Maka tak heran Bapak dan Ibu suatu saat terlihat di Solo, tau-tau sudah pindah Jakarta, tak lama kemudian muncul di Bali, Surabaya, Cirebon, Bandung, Semarang malahan lantas seperti hilang, manakala Bapak ibu sedang di Luar Negeri, seperti Australi, Kanada, Swiss dan Philiphina, sebab tinggal disetiap negara itu rata-rata 4 tahun baru pulang ke Indonesia.

Pribadi Ibu yang selalu diingat anak-anak, tak pernah marah, tutur bahasanya santun, tak lepas dari kata maaf, tolong dan terima kasih. Nasehat ibu yang paling diingat:
“Jika kamu mau pergi, pamitlah kepada orang yang akan ditinggalkan. Setiap orang yang kamu pamiti pasti akan mendoakan, semoga diperjalanan nanti akan mendapat selamat, sehat, rizki dan lain kebaikan semacam itu. Semakin banyak orang yang kamu pamiti semakin banyak doa yang kamu dapat.”

Domin gen humaniora sepertinya hanya milik Ibu Sastroatmojo atau yang dalam keluarga lebih populer disebut mbah Putri, ketimbang Bapak Amatrachman Sastroatmojo yang dalam keluarga lebih populer dipanggil mbah Kakung yang lebih tipikal Worker yang berkarakter loyal dan disiplin, malahan, kadang fulgar.

Jadi, apakah tidak ada sisi humor dari mbah Kakung? Jangan salah, justru dari karakternya itu malah sering muncul sebuah parody.

Kata mbah Putri: “Mbah Kakung itu orang paling jujur se Dunia.”
Sebelum Indonesia Merdeka, mbah Kakung sudah menjadi Mantri Kesehatan, menjadi kepala sebuah poliklinik (sekarang Puskesmas). Pindah dari satu daerah pelosok, ke pelosok daerah lain. Saat Indonesia sudah Merdeka, mbah Kakung settle di Poliklinik Lebeng, desa terpencil, daerah Cilacap, Banyumas.
Walaupun misinya membrantas penyakit, menyehatkan rakyat, namun karena Peraturan Pemerintah, setiap rakyat yang berobat, tetap saja harus bayar. 

Hasil retribusi itu akan disetor ke Kabupaten. Padahal desa itu termasuk daerah dibawah garis kemiskinan, tidak banyak orang pegang uang tunai. Untuk keperluan makan mereka mengunduh hasil tanaman sendiri, sedang keperluan lain mereka masih banyak melakukan burter. Oleh karena itu sering Pasien berobat, bayarnya pakai jagung, singkong, pisang dan lain hasil bumi.

Tentu saja komoditi itu tak bisa disetor ke Kabupaten. Kadang ada juga pasien yang uangnya kurang, malahan, nggak bawa uang sama sekali. Tentu saja orang itu akan dimarahi mbah Kakung. Tapi uniknya, pasien itu tetap dilayani kesehatannya layaknya orang yang bayar retribusi penuh. Adapun kekurang atau retribusi yang tidak dibayar, mbah Kakung yang nombok, diambilnya uang dari dompetnya sendiri, lalu dimasukkan kedalam kas Poliklinik.

Dalam menjalankan tugasnya mbah Kakung sering meninjau ke daerah pegunungan untuk memeriksa kesehatan penduduk dengan jalan kaki. Biasanya sebelum datang penduduk sudah dikumpulkan oleh kepala desa. Mbah Putri selalu mendampingi walaupun naik turun gunung. Saking senangnya masyarakat yang mendapat pelayanan kesehatan itu, mereka memberi mbah putrid sayur, buah dan makanan tradisional setempat.

Kadang jika ada pasien yang harus berobat ulang, mbah Kakung memberi ongkos 
tambahan untuk transport, sambil wanti-wanti pada hari yang ditentukan harus balik lagi ke Poliklinik. Praktis gaji mbah Kakung habis, buat nombok orang berobat. Tetapi mbah putri tidak kurang akal, hasil bumi dari pembayaran pasien diolah menjadi barang dagangan, lalu dijual ke pasar. Misalnya pisang dioleh menjadi ceriping, kelapa dijadikan minyak sayur dan lain semacam itu dan hasilnya, lumayan. Setelah jaman Pembangunan, mbah Kakung dan keluarga pindah, balik lagi ke kota asal, Solo. Di Solo mbah kakung ditarik masuk ke RC (Rumah sakit khusus untuk rehabilitasi cacat fisik) ditempatkan di divisi distribusi obat dilingkungan Rumah sakit itu.

Pada suatu hari mbah Putri sakit agak berat. Sore hari setelah pulang kerja, mbah Kakung, membawa mbah Putri berobat ke dokter praktek umum. Dokter itu salah satu dokter yang menjadi atasan mbah Kakung di RC. Meskipun mbah Kakung kenal Dokternya, tetapi nggak mau nyrobot pasien yang datang duluan. 

Dengan sabar mbah Kakung dan mbah Putri ikut antri di ruang tunggu. Setelah sampai gilirannya, mbah Kakung dan mbah Putri masuk ruang praktek. Melihat mbah Kakung berobat, Dokter kaget, bingung dan heran. Akhirnya malahan marah.

“Pak Mantri, sampeyan itu bisa ngobati sendiri, bahkan punya lisensi menyuntik pasien. Lakukan tindakan, tidak perlu ibu di bawa kesini,” kata dokter.
“Betul dokter, malahan di rumah juga masih ada spet (alat suntik), tetapi saya tidak punya obat-obatan,” jawab mbah kakung.
“Hah?” Dokter bengong.
Orang bilang kerja dibagian obat-obatan, itu bagain paling basah, bisa buka toko obat, malahan bisa mendirikan Apotik. Lho lha kok obat penurun panas dan anti radang saja nggak punya.
( Pangkat Surachman )
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Ibu Berhati Mulia dan Ayah Paling Jujur Sedunia
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sastroatmojo.blogspot.com/2013/08/ibu-berhati-mulia-dan-ayah-paling-jujur.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Sewa Mobil dan Motor Jogja support Hotel Murah di Jogja - Original design by Bamz | Copyright of Trah Sastroatmodjo.