Mbah Kakung dan Mbah Putri Trah Sastrotaruno

Posted by Unknown Jumat, 19 Juli 2013 0 komentar
Mbah Putri dan Kakung Sastrotaruno
Keluarg besar Sastrotaruno merupakan Keluarga besar dari Ibu Sumami Sastroatmodjo, jika dalam silsilah Sastroatmodjo, ini merupakan Keluarga Besar dari Eyang Putri kita atau Buyut Putri kita. 

Kisah ini saya ceritakan agar kita bisa meneladani sikap dan juga prinsip hidup Kakek Buyut kita yang selama ini telah menjadi Keluarga Besar dari Sastroatmodjo. Sehingga kita bisa mengerti, bagaimana prilaku kehidupan Nenek Moyang kita.

Hal ini dapat saya ceritakan, karena saya sering diajak pergi oleh Ibu untuk menemaninya. Saya kembali teringat ketika saya masih kecil, kurang lebih berumur 4 tahu, dimana saya pernah beberapa kali menemani Mbah Kakung Sastrotaruno dan Mbah Putri. Selain itu, saya juga sering diceritakan oleh Ibu Saya ( Sumami Sastroatmodjo).


Gejolak Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru berdiri, banyak rongrongan, sepereti mereka, Belanda dengan berkedok NICA yang ingin menjajah kembali, maupun gerombolan-gerombolan liar yang ingin memisahkan diri dan ingin membentuk Negara sendiri.

Poliklinik tempat ayahku sering jadi sasaran, mereka meng-anggap Poliklinik itu tempat harta karun, karena ada uang, dan obat-obatan, itu yang diperlukan mere-ka untuk beroperasi. Situasi yang penuh ketegangan itulah yang membuat ibuku selalu cemas Dengan alasan anak-anak sudah mulai masuk sekolah, ayahku mengajukan pindah ke kota.

Kota idamanya Solo, karena banyak saudara baik ibu maupun ayah. Pada masa itu proses pemindahan pegawai berjalan lama hingga bertahun-tahun. Untuk menunggu mutasi ayah, anak-anak dipindahkan terlebih dulu. Aku dan adik kembarku dititipkan di tempat  Simbah, orang tua dari ibuku, di desa Karangmodjo, Kecamat Ceper, Kabupaten Klaten, kurang lebih 30 Km dari kota Solo Rumahnya besar sekali, letaknya persis didepan Kantor Kecamatan. Kamipun dimasukkan Sekolah Rakyat Negri I Ceper (sekarang SD).

Mbah kakung bernama Sastrotaruno, tubuhnya kecil tingginya hanya sekitar seratu limapuluh lima centimeter kulitnya sawo matang sangat bersahaja dan ramah,  murah senyum. Bila bepergian selalu berpakaian jawa, memakai kain dan jas landung serta blangkon, kemudian baru memakai pet (model topi Belanda pada waktu penjajahan).

Mbah Putri cantik, kulitnya putih, tinggi tegap, tak heran, karena beliau mempunyai darah Eropa, namanya Caterin Simon. Mbah Putri bilang bahwa beliau keturunan “Londo Inggris”, artinya  orang barat yang bukan Belanda. Nama kerennya itu tak pernah beken, orang –orang memanggilnya Mbah Yeng, karena waktu ke-cilnya bila menangis mbengengeng alias tak berhenti-henti.

Selama hampir dua tahun kami diasuh simbah. Dari pergaulan sehari-hari kami sering mendengarkan kisah perjuangan hidupnya. Semakin lama sema-kin menarik dan sungguh hebat, suatu sumber inspirasi bagi anak cucunya Mbah kakung putra seorang Demang, menjadi lurah di Lemahireng. Mungkin karena gaji yang kecil dan anak banyak, semua berjumlah 13 dan yang hidup tinggal delapan. Disamping itu masih banyak anak-anak angkatnya.

Mbah kakung meninggalkan pekerjaannya dan kemudian bekerja di pabrik gula Ceper. Dari pegawai rendahan hingga dapat mencapai deretan pimpinan, sungguh luar biasa. Pada waktu jaman Penjajahan dapat sukses berkarir, adalah se-suatu yang hampir tak mungkin, karena pribuma dianggap sebagai rakyat kelas bawah yang selalu ditindas penjajah, yang merasa dirinya lebih unggul.

Jabatannya apa aku tak mengerti, namun menurut mbah putri, mbah kakung mendapat kepercayaan mengawasi gudang-gudang. Saking banyaknya gudang yang diawasi, bila  inspeksi beliau naik kuda. Kunci yang dikantongi banyak sekali hingga kantong jasnya sering robek, mbah putri sering pula menambal kantong, dan supaya lebih kuat didalamnya ditambahkan kain.


Mbah Putri nama aslinya Caterin Simon,
nama panggilannya Mbah Yeng
Apakah kunci kesuksesan beliau? Menurutnya hanya sederhana, kerja keras, disiplin dan satu lagi yang paling utama, jujur. Itulah modal kepercayaan, sehingga dapat melenggang ke papan atas. Itu pula yang aku kagumi. Hebat bukan!

Lebih hebat lagi Mbah Putriku. Seperti lazimnya pada za-man itu, wanita tak perlu pendi-dikan, dan Mbah Putri pun tak pernah mendapat kesempatan ber-sekolah, alias buta aksara. Walaupun tak berpendidikan otaknya tak tumpul. Ketika melihat karyawan pabrik gula pada waktu istirahat siang untuk makan, harus keluar pabrik, hingga terbuang waktunya. Mbah Putri lalu menyediakan nasi bungkus di dalam pabrik, bukan main larisnya.
Di rumah pagi-pagi buta sudah sibuk, menggoreng makanan, sebab bila matahari telah keluar, banyak orang yang kulakan gorengan-gorengan tadi. Usahanya kemudian meningkat dapat membuka toko sembako.

Menurut cerita ibuku, anak-anak laki-laki disekolahkan setinggi setinginya dan dibelikan moge (motor gede). Namun bagi anak-anak perempuan cukup sekolah rakyat. Dan di rumah harus membantu orangtua mencari uang. Jika jam empat pagi kakak ibu belum bangun, kakinya diinjak, tentu saja terbirit-birit kekamar mandi. Sedangkan ibu karena masih kecil tugasnya setelah mandi pagi jam enam langsung jaga toko.

Usahanya meningkat lagi, mbah kakung mendapat kepercayaan membuka “Kamar Bola” (kalau sekarang mungkin bar atau kaffe) dalam pabrik, untuk bersenang-senang para sinyo-sinyo. Kesejahteraan keluarga semakin meningkat, dapat membuat rumah tembok besar, tetangga mengatakan Loji, sebab pada waktu itu rumah terbuat dari kayu atau gedeg.

Selain itu juga, dahulu Mbah Kakung memiliki mobil, gamelan dari kuningan tiga set, wayang kulit satu kotak lengkap, piano dan alat-alat musik lengkap. Luar biasa, dimasa penjajahan dimana pribumi untuk makan saja susah, keluarga simbah hidup berkecukupan.

Perang kemerdekaan,  menghancurkan pabrik gula, karyawan putus hubungan bercerai berai, dan Mbah kakung pun PHK , menganggur. Mbah Putri pegang kemudi menggerak-kan roda perekonomian. Bila musim kemarau paceklik, banyak petani yang menjual emas perhiasannya, pada zaman itu emas sebagai tabungan.

Peluang ini yang diambil Mbah Putri, dikeluarkan uang tabungannya untuk memborong emas dari petani yang rat-rata banting harga. Tetapi bila musim panen tiba, banyak petani yang membeli emas dari Mbah Putri. Jual beli emas meningkat jual beli berlian, hingga banyak pelangganan dari kota Klaten, kota Yogya dan Kota Solo.

Tidak itu saja, dirumah juga membuka pegadaian kecil-kecilan, yang banyak dimanfatkan masyarakat kalangan bawah, mereka memberi anggunan seperti kain batik, jas, perhiasan cincin gelang yang hanya beberapa gram, koin gulden, barang-barang kuningan, seperti setrika, teko, dandang, dan tempolong.
Siapa bilang tidak sekolah tidak dapat sukses.

Namun kunci sukses Mbah Putri bukan karena kerja kerasnya, yang paling utama menurutnya cara mengelola uang. Aku sering disuruh memperbaiki irus (sendok sayur dari tempurung). Menurutku  lebih baik membeli baru, kan hanya beberapa sen pada waktu itu. Tetapi menurut Mbah Putri, selagi masih bisa diperbaiki mengapa harus beli, kan uangnya dapat untuk membeli yang lain. Tak pernah simbah membeli barang yang tak diperlukan. Bahkan selimut saja tambal-menambal.

Sungguh sangat hemat sehingga orang mengira super pelit. Namun sesungguhnya Mbah Putri sangat dermawan. Setiap bulan puasa rumah simbah sibuk bak mau mengadakan pesta perkawinan, membuat kue-kue, jadah, wajik, potong ayam, kambing dan kadang-kadang juga sapi. Banyak sekali tetangga saudara-saudara yang membantu.

Biasanya menjelang Lebaran, anak, cucu, buyut, sudah berdatangan. Ketika Lebaran tiba, dua hari simbah mengadakan pagelaran wayang kulit, tamunya diberi makan, kue, dan minum susu yang pada waktu itu termasuk barang mewah, bagi-bagi uang kepada anak-anak kecil. Kami cucu-cucunya juga menda-pat uang, hadiah ikut ber-puasa.

Disamping itu sering pula meng-adakan selamatan, yang dikirim ke Desa Gebang dan Desa Kaligawe, konon tempat leluhur  Mbah Kakung. Kalau pergi kesana Mbah Putri tidak ikut, hanya Mbah Kakung, dan kami cucu cucunya diajak kesana dengan berjalan kaki, jaraknya mungkin lebih dari sepuluh kilometer. Kata Mbah Kakung dengan berjalan kaki jauh ini latihan untuk prihatin agar kelak menjadi Orang (sukses). Selama hampir dua tahun kami mendapat pelajaran yang sangat berharga.

Diceritakan Oleh :
Bpk. H. Drajat Suratman ( Anak Ke-5 dari Sastroatmodjo )
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Mbah Kakung dan Mbah Putri Trah Sastrotaruno
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://sastroatmojo.blogspot.com/2013/07/mbah-kakung-dan-mbah-putri-trah.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Sewa Mobil dan Motor Jogja support Hotel Murah di Jogja - Original design by Bamz | Copyright of Trah Sastroatmodjo.